Totopong atau Ikat Kepala dan Udeng Kepala

    Penutup kepala atau iket atau juga disebut sebagai totopong adalah sejenis penutup kepala yang terbuat dari sehelai batik yang berasal dari tanah Sunda, yang dapat dijadikan aksesoris mode urang Sunda yang dikenakan pria sebagai penutup kepala, yang dibentuk sedemikian rupa sehingga membentuk model dengan mempunyai ciri khas. Digunakan dengan teknik melipat, dilipit dan disimpulkan sebagai pengikat akhirnya. Berdasarkan sejarah, iket atau totopong dibagi menjadi dua bagian yaitu iket buhun (iket baheula) dan iket kiwari (iket modern atau praktis) (Toekio, 1980). Djatisunda (2000) dalam makalahnya dengan judul "Sisa iket Sunda pada Era Milenium Tiga", mengatakan bahwa naskah Sunda Kuno Kropak-406 (Carita Parahyangan) bahwa tertulis: "Sang Resi Guru ngagisik tipulung jadi jajalang bodas, leumpang ngahusir Rahyang Sempakwaja, eukeur melit" yang dapat diartikan menjadi (Resi guru menggesekan ikat kepalanya dengan kedua tangannya menjadi jalalang putih, lalu pergi menuju Rahyang Sempakwaja yang sedang membuat atap).



    Pada era zaman Majapahit Tarusbawa sekitar 669 masehi pada setiap tahunnya memulai dari Galuh hingga ke Pakuan sering membawa tipulung, boeh putih, boeh wulung, boeh warna, boeh beureum dan beubeur (Danasasmita, 1983). Berdasarkan pengutipan tersebut, menggambarkan bahwa pada saat itu iket menjadi salah satu kelengkapan pakaian busana pria yang dipercaya sangat penting, hingga pada setiap tahunnya Pakuan meminta sealalu dikirimkan iket dari Galuh. Arti iket Sunda pada awal kata iket adalah kata umum yang berarti ikat atau ikatan. Namun, dikarena benda yang diikatkan pada kepala (pria) dan terjadi ketika dangdan atau dangdos atau berdandan pada akhirnya kata iket menjadi kata atau istilah khusus yang mengandung arti ikat kepala (Sumadi, 2017).